Pengendali Cinta, Pengendali Hati, dan Pengendali Cuaca

Bismillahirrahmanirraahiim.

Sebenarnya mau cerita tentang ketidaksengajaan mengendalikan cuaca, tapi judul artikel di atas sedikit dibuat heboh, hehe.
Berawal di bulan November 2014, biasanya sudah mulai hujan, dan kalau memasuki bulan November, bawaannya ingin mendengarkan lagu November Rain nya GNR, kebiasaan sejak jaman kuliah yang tidak bisa hilang :D
Nah, kata hujan atau 'rain' dalam bahasa Inggris, juga memiliki kiasan yang berarti kesedihan/cobaan/ujian hidup. Jadi sejak awal bulan November, iseng membuat status di FB dan WA seperti ini "I set rain to the fire, at my November Rain". Maksudnya sih mengubah kesedihan menjadi kebahagiaan (fire = api cinta). Dan dalam hati hampir setiap hari mengucap kata-kata di status WA ini, selama dua mingguan.
Lalu, pertengahan November, di status bbm, di grup WA, banyak yang bilang hujan di kota masing-masing. Bingung kenapa Cirebon belum hujan juga, yang ada panasnya minta ampun. Semakin hari semakin banyak yang bilang hujan, dan semakin bingung berpikir kapan Cirebon hujan. Lalu tiba-tiba ingat dengan status di WA, saat itu langsung berpikir, wah sepertinya harus mengubah status biar hujan beneran. Di minggu terakhir November, mengubah kata-kata di status WA menjadi 'I set fire to the rain', yang maksudnya mengubah panas (fire) menjadi hujan (rain). Kemudian diucapkan lagi dalam hati, dan terakhir letting go... Tralala... hari yang sama pun hujan turun di Cirebon, dan setiap haripun hujan, hehe.

Di bulan Desember, ngobrol dengan sahabatku, Uci, tentang rencanaku ke Purwokerto di penghujung tahun dan di awal tahun 2015. Uci sempat mengajak berenang saat di Purwokerto, aku bilang iya kalau tidak hujan  kita bisa berenang. Kata Uci waktu itu, "Katanya cuacanya mau disetting, mbak, biar ga hujan". Oh iya ya aku hampir lupa, jawabku.
Sempat khawatir, ada hujan sehari-hari di Purwokerto menjelang hari H keberangkatan ke sana. Sempat berpikir, jangan sampai salah setting ah, nanti Cirebon yang panas, Purwokerto tetap hujan. Jadi mengucap dalam hati 'I set the rain to the fire' saat sudah sampai di Purwokerto.
Dan alhamdulillah, hari pertama di Purwokerto, cerah tidak hujan. Laporan ke Uci, kalau hari pertama berhasil men-setting cuaca Purwokerto :D
Hari kedua, berhasil juga, tidak hujan di Purwokerto. Laporan kembali ke Uci kalau Purwokerto tidak hujan, karena Uci waktu itu masih di kota Yogyakarta untuk tugas negaranya, hahaha.
Hari ketiga, adalah waktunya reuni kecil dengan Uci dan beberapa teman-teman kuliah, sekitar 400 orang, hahaha, di salah satu resto di Purwokerto, alhamdulillah tidak hujan, sangat cerah.
Hari keempat pun perjalanan kembali pulang ke Cirebon, cerah di Purwokerto.
Lucunya, mama cerita selama kami di Purwokerto, di Cirebon malah hujan terus. Dan benar, baru sampai rumah Cirebon, hujan langsung turun deras, hehe.
Well, tidak salah setting cuaca waktu itu.

Nah, baru saja terjadi, karena dua lalu selama seharian hujan dari pagi hingga malam, jadi kemarin langsung kembali mengucap dalam hati 'I set rain to the fire', biar Cirebon tidak hujan, biar jemuran di rumah kering semua, maklum belum punya mesin cuci yang pengeringnya 100% kering, alhamdulillah kemarin tidak hujan di pagi dan siang hari. Dan hari ini pun masih saya ucap 'I set rain to the fire', biar tidak hujan di siang hari. Hujan turunlah di malam hari.

Sakti? Bukan. Tapi ada keyakinan tersendiri kalau Allah SWT mengabulkan setiap doa. Kuncinya setelah berdoa, ikhlaskan (letting go), yakin Allah SWT mendengar dan mengabulkan.
Sebenarnya ini salah satu dari banyak teori-praktek tentang ilmu quantum ikhlas (dari bukunya Erbe Sentanu hingga Arif RH).

Jadi sebenarnya manusia memiliki kemampuan lebih, jika sangat yakin dengan Allah SWT, apapun bisa terjadi (terkabulnya doa), jangankan cuaca, cinta pun bisa dikendalikan, begitu juga hati. Maksudnya, berhati-hati dengan cinta, kendalikan cinta pada jalan yang benar, kendalikan hati agar tetap bersih. Manusia adalah pengendalinya. Sedangkan Allah SWT mengikuti prasangka hambaNya (Hadist Abu Hurairah r.a).

Yang terpenting, jangan sampai kita sombong di bumi Allah SWT ini, karena walaupun kita 'sempurna', fisik kita yang kuat ini juga memiliki kelemahan. Begitu ditabrak besi (kendaraan), bisa apa kita? Ditusuk jarum kecil pun, kesakitan.

Terakhir, saya menyukai dan berusaha akan saya ingat kata-kata dari Pak Yono (adm kantor), bahwa kita hidup mencari Ridhla Allah, Rahmat (kasih sayang) Allah, Ampunan Allah, dan Takut akan Azab Allah SWT.
Jadi jika Allah SWT sudah sangat menyayangi hambaNya, apa sih yang tidak diberikan untuk hambaNya tersebut?

Artikel ini saya dedikasikan juga untuk sahabat saya, Uci ^_^
Jazakumullah khairan katsiran.


(gambar diambil dari internet)


Salam,
Mia Sweet.

Komentar

Postingan Populer